Dari atas jog motor vixion pinjaman adek, bersama tiga kawan, saya telusuri jalanan panas di hari Jum'at- seperti piweling akan panasnya padang mahsyar, begitu orang-orang suci mengibaratkan. (Apakah hanya dengan menerabas panasnya hari jum'at, saya juga berani menantang panasnya mahsyar?? Pikir-pikir juga). Sudah 130/140km jarak yang saya lalui. Kepanasan?? Tentu saja. Tapi hanya di punggung tangan dan punggung kaki yang merasakan panasnya sinar matahari yang meruap di atas aspal. Ya, memang hanya kedua bagian tubuh itulah yang tak terbungkus pelindung. Saya tidak begitu akrab dengan sepatu memang. Serta sarung tangan. Dan di kilometer 130 atau 140 inilah saya berhenti untuk berteduh mendinginkan tubuh. Saya dan kawan-kawan menepi dari jalanan yang dipenuhi truk tronton, dump truck, bis kota, bis antar kota, mobil sedan, jeep, van, hingga sepeda motor dan sepeda pancal. Ada juga becak yang beberapa kali sempat melintas. Mata saya jadi panas. Lalu naik ke ubun-ubun. Air es yang tereguk tak cukup ampuh mendinginkan. Bagaimana tidak? Dengan melihatnya saja saya jadi langsung membayangkan. Betapa macet dan lamanya jarak yg harus saya tempuh lagi di jum'at panas ini. Padahal jarak masih setengah perjalanan lebih sedikit. Ah, andai saja saya berhenti di tengah perjalanan lebih sedikit, tentu sisanya tinggal setengah perjalanan kurang sedikit. Sedikit, entah lebih atau kurang, menjadi terasa amat berarti. Seperti halnya putaran dadu dalam permainan Lets Get Rich (Monopoly Online). Angka satu, entah kurang atau lebih, akan sangat menentukan apakah kita mendapat marble atau membayar ke lawan. Bahkan langsung bankrupt. Deretan tronton yang merayap, seolah-olah Landmark kota lawan yang menarik kita untuk singgah. Semangat menempuh sisa perjalanan menjadi berkurang. Bahkan bisa saja bangkrut. Semoga saja tidak.
(Jum'at yang tak ramah, sebelum pandaan)
Tumben nggak minum air mineral? Biasanya gak bisa lepas dari botol itu.. :D
BalasHapus